Kamis, 2024-04-18, 2:33 PM
Welcome Guest | RSS
Main | Blog | Registration | Login
» Menu Utama

» Pemberitaan

» Tag Board

» Our poll
Rate my site
Total of answers: 37

» Statistics

Total online: 1
Guests: 1
Users: 0

» Login form

Main » 2010 » November » 11 » Kemendiknas Pertahankan Prestasi AKIP Terbaik Tahun 2009
3:41 PM
Kemendiknas Pertahankan Prestasi AKIP Terbaik Tahun 2009

Perkembangan Parameter LAKIP

(Inpres 7/1999 – Permenpan&RB 13/2010)

 

Pendahuluan

Pelajaran yang dapat diambil dari krisis ekonomi yang dimulai dari krisis keuangan di Indonesia dan Negara-negara ASEAN pada tahun 1997, mengingatkan  kepada kita tentang pentingnya tata pemerintahan yang baik. Hal itu ditunjukkan dengan perubahan cara berpikir yang kemudian berbuah dengan penerbitan peraturan perundangan untuk melaksanakan tata pemerintahan yang baik. Sebagai contoh, dalam rangka lebih meningkatkan pelaksanaan pemerintahan yang lebih berdaya guna, berhasil guna, bersih dan bertanggung jawab, pemerintah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 (Inpres 7/1999) tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Adapun Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) dipandang perlu untuk mengetahui kemampuan setiap instansi dalam pencapaian visi, misi dan tujuan organisasi. Pada praktiknya, LAKIP menggantikan Laporan Tahunan yang harus diterbitkan oleh instansi pemerintah. Gerakan ini diawali dari Badan Pengawasan keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang kemudian melibatkan Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (MENPAN, dulu Kementerian Negara Koordinator Bidang Pengawasan Pembangunan dan Pendayagunaan Aparatur Negara) serta Lembaga Administrasi Negara (LAN).

Dalam kaitan dengan pengelolaan keuangan negara, pemerintah dengan persetujuan DPR RI telah berhasil menetapkan paket perundang-undangan di bidang keuangan negara, yaitu Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 (UU 17/2003) tentang Keuangan Negara, UU Nomor 1 tahun 2004 (UU 1/2004) tentang Perbendaharaan Negara, dan UU Nomor 15 tahun 2004 (UU 15/2004) tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Ketiga UU tersebut menjadi dasar bagi reformasi di bidang keuangan negara, dari administrasi keuangan (financial administration) menjadi pengelolaan keuangan (financial management). Reformasi keuangan negara ini dipelopori oleh Departemen Keuangan, sesuai dengan tugas dan fungsinya.

Dalam UU 17/2003 disebutkan bahwa masalah yang tidak kalah pentingnya dalam upaya memperbaiki proses penganggaran di sektor publik adalah penerapan anggaran berbasis prestasi kerja. Dalam rangka penerapan anggaran berbasis kinerja tersebut, perlu dilakukan penyatuan sistem akuntabilitas kinerja ke dalam sistem penganggaran. Apabila kedua hal tersebut tidak disatukan, dapat terjadi duplikasi dalam penyusunan rencana kinerja dan rencana anggaran. Lagipula, sistem anggaran berbasis kinerja tentu saja memerlukan informasi yang dihasilkan oleh sistem akuntabilitas kinerja. Dengan penyatuan rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga/perangkat daerah, sekaligus dapat terpenuhi kebutuhan untuk anggaran berbasis pretasi kerja dan pengukuran akuntabilitas kinerja instansi yang bersangkutan (Nasution, 2004).

Dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 (PP 8/2006) tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, kebutuhan akan penggabungan kedua jenis laporan tersebut cukup terpenuhi. Bahkan Penjelasan PP ini juga menyebutkan perlunya pengintegrasian sistem akuntabilita instansi pemerintah dengan sistem perencanaan strategis, sistem penganggaran, dan sistem akuntansi pemerintahan. Sistem yang sangat terintegrasi tersebut diharapkan dapat menyempurnakan Inpres 7/1999.

 

Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah

Menurut Soedarjono (1997) usaha-usaha untuk menerapkan pelaporan kinerja pemerintah dapat ditelusuri sebelum krisis ekonomi melanda Indonesia pada tahun 1997/1998. Memang secara faktual, peraturan yang berkaitan baru ditetapkan dalam bentuk Inpres 7/1999. Dalam Inpres 7/1999 tersebut disebutkan bahwa Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah merupakan alat untuk melaksanakan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Tujuan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah adalah untuk mendorong terciptanya akuntabilitas kinerja instansi pemerintah sebagai salah satu prasyarat untuk terciptanya pemerintah yang baik dan terpercaya. Sedangkan sasaran sistem tersebut adalah:

  1. menjadikan instansi pemerintah yang akuntabel sehingga dapat beroperasi secara efisien, efektif dan responsif terhadap aspirasi masyarakat dan lingkungannya;
  2. terwujudnya transparansi instansi pemerintah;
  3. terwujudnya partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan nasional;
  4. terpeliharanya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah.

Inpres tersebut juga menentukan bahwa setiap instansi pemerintah sampai dengan eselon 2 per tanggal 30 September 1999 sudah harus mempunyai perencanaan strategis yang berisi: (1) visi, misi, strategi dan faktor-faktor kunci keberhasilan organisasi; (2) tujuan, sasaran dan aktivitas organisasi; dan (3) cara mencapai tujuan dan sasaran tersebut. Sedangkan mulai akhir tahun anggaran 2000/2001, setiap instansi pemerintah sudah harus mempunyai LAKIP. LAN kemudian menindaklanjuti Inpres tersebut dengan mengeluarkan Keputusan Kepala LAN Nomor 589/1X/6/Y/99 tentang Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.

Dalam Keputusan tersebut, dipakai sistem berjenjang untuk mengkaitkan antara visi dengan kegiatan. Sebagai contoh, dalam Rencana Strategis (Renstra) dikenal adanya Perencanaan Kinerja 1 (PK-1) untuk menjelaskan kegiatan, PK-2 untuk menguraikan sasaran, dan PK-3 untuk menguraikan program. Dengan demikian, antara kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh suatu organisasi akan dapat ditelusuri kaitannya dengan program unit atau instansi yang lebih tinggi, bahkan sistem ini dapat menjamin keterkaitan antara kegiatan yang dilaksanakan dengan pencapaian visi dan misi pemerintah. Demikian pula dalam mengevaluasi kinerja, juga dipakai sistem berjenjang. Dengan demikian terdapat Evaluasi Kinerja 1 (EK-1) untuk mengevaluasi kinerja kegiatan, EK-2 untuk mengevaluasi kinerja sasaran, dan EK-3 untuk mengevaluasi kinerja program.

Dalam hal indikator kinerja, sebagai dasar untuk mengukur kinerja, dipakai indikator inputoutputoutcomebenefit, dan impact. Dalam kenyataannya, indikator yang dapat dengan tepat diidentifikasi hanyalah input dan output, sedangkan indikator-indikator outcomebenefit, dan impact, lebih sulit diukur dan ditentukan keberhasilannya. Selanjutnya, masing-masing indikator kinerja dipecah atau diuraikan, dan setiap sub indikator diberikan bobot tertentu. Misalnya, indikator input yang diperlukan untuk menyelenggarakan suatu kegiatan adalah keputusan, dana, sarana, dan sumber daya manusia; maka pada setiap unsur tersebut diberikan pembobotan. Lebih lanjut, indikator inputoutput, (dan kadang outcome) juga diberikan suatu bobot tertentu untuk mengukur kinerja suatu kegiatan.

Berdasarkan Keputusan Kepala LAN Nomor 589/1X/6/Y/99 tentang Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Sistem pembobotan ini diterapkan untuk mengukur kinerja unit yang lebih tinggi. Misalnya dalam hal suatu sasaran terdiri dari berbagai kegiatan, maka kegiatan-kegiatan tersebut diberikan suatu bobot tersendiri untuk dapat mengetahui kinerja sasaran tersebut. Demikian selanjutnya, sehingga untuk suatu unit organisasi tertentu dapat diperoleh suatu angka tunggal (dalam persen) yang menggambarkan kinerja unit organisasi tersebut. Dengan sistem berjenjang dan sistem pembobotan tersebut, mengakibatkan LAKIP tidak lebih hanya sebagai formalitas belaka. Apalagi dengan belum mantapnya sistem pengukuran kinerja, antara lain dengan kenyataan bahwa penentuan bobot suatu indikator kinerja ditetapkan secara internal (biasanya berdasarkan kesepakatan internal), maka nilai kinerja yang dicantumkan dalam LAKIP hanyalah merupakan hasil dari suatu proses aritmatika saja (Solikin, 2005). Masalah lain dalam sistem ini adalah pengukuran indikator kinerja kegiatan yang harus dirinci sampai unsur-unsur indikator, dan uraian ini harus dilampirkan dalam bentuk lampiran PK dan EK menjadikan LAKIP sangat tebal dan tidak menarik untuk dibaca.

Pada tahun 2003, muncullah Keputusan Kepala LAN Nomor 239/1X/6/8/2003 tentang Perbaikan Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Instansi Pemerintah, untuk "menyempurnakan” Keputusan Nomor 589/IX/6/Y/99. Dalam keputusan ini, tetap ada Rencana Strategis (Renstra) yang berisi visi, misi, tujuan, sasaran, dan bagaimana mencapai sasaran tersebut (dalam bentuk uraian kebijakan dan program). Renstra meliputi waktu 5 tahun. Kebijakan dan program tersebut kemudian setiap tahun akan dipilih kebijakan dan program mana yang akan dilaksanakan, dalam bentuk kegiatan-kegiatan (Rencana Kinerja Tahunan/RKT). Masih sama dengan peraturan yang lama, indikator kinerja kegiatan masih memakai masukan (input), keluaran (output), hasil (outcome), manfaat (benefit) dan dampak (impact).

Berbeda dengan peraturan terdahulu yang mengenal formulir PK dan EK, pada peraturan baru disebutkan adanya dua formulir untuk mengukur kinerja, yaitu formulir Pengukuran Kinerja Kegiatan (PKK) dan Formulir Pengukuran Pencapaian Sasaran (PPS). Untuk menetukan kinerja keguatan atau pencapaian sasaran, digunakan cara perbandingan antara rencana (target) dengan realisasi, untuk masing-masing indikator kinerja. Berbeda dengan peraturan sebelumnya, dalam hal ini tidak diberikan pembobotan pada setiap indikator kinerja kegiatan sehingga dapat diketahui angka tunggal kinerja kegiatan tertentu. Lebih lanjut, juga tidak diberikan pembobotan pada kinerja kegiatan-kegiatan untuk memperoleh kinerja sasaran. Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas, Formulir PKK dan Formulir PPS disajikan dalam Lampiran 1 dan 2.

Di satu sisi, penghilangan pembobotan (indeks) tersebut dapat menghilangkan praktik ”operasi aritmatika”, tetapi di pihak lain penentuan kinerja sasaran menjadi tidak berhubungan dengan kinerja kegiatan. Menurut Sudiman dan Widjinarko (2004) data realisasi dari rencana tingkat capaian sasasarn kemungkinan dapat berasal dari data realisasi capaian kinerja kegiatan atau harus melalui suatu studi/telaah/survey secara khusus. Dengan demikian, sebenernya masih ada kemungkinan penggunaan metode pembobotan atau indeks.

Sekurang-kurangnya LAKIP terdiri dari (Sudiman & Widjinarko, 2004; Tim Pusdiklat Pegawai, 2005): (1) Ikhtisar Eksekutif, (2) Pendahuluan yang meliputi Latar Belakang, Tugas Pokok dan Fungsi Instansi, serta Analisis Perkembangan Stratejik, (3) Rencana Stratejik dan Rencana Kinerja, (4) Akuntabilitas Kinerja, meliputi Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan, (5) Penutup, dan (6) Lampiran yang meliputi Formulir PKK dan Formulir PPS serta dokumen lain yang diperlukan.

Seperti disebutkan di atas, dalam LAKIP bagian akuntabilitas kinerja terdiri dari akuntabilitas kinerja dan akuntabilitas keuangan. Akuntabilitas Kinerja meliputi evaluasi dan analisis kinerja kegiatan serta evaluasi dan analisis pencapaian sasaran. Sedangkan analisis keuangan berisi alokasi dan sumber pembiayaan serta realisasi anggaran untuk membiayai program dan kegiatan, termasuk penjelasan tentang efisiensi.

Keputusan Kepala LAN yang diterbitkan tahun 2003 tersebut sampai saat ini belum diganti atau belum ada keputusan yang baru. Seperti yang diuraikan secara singkat di atas, pada keputusan tersebut belum tergambar adanya penggabungan antara laporan kinerja dengan laporan keuangan. Jika dicermati uraian pada akuntabilitas keuangan, ternyata hanya berisi rencana dan realisasi anggaran serta analisis efisiensi penggunaan anggaran.

 

Perkembangan Terakhir Parameter Akuntabilitas

Kinerja instansi pemerintah adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian sasaran ataupun tujuan instansi pemerintah sebagai penjabaran dari visi, misi, dan strategi instansi pemerintah yang mengindikasikan tingkat keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kegiatan-kegiatan sesuai dengan program dan kebijakan yang ditetapkan.

Dasar hukum:

1.      Peraturan Menteri Negara PAN Nomor: PER/09/M.PAN/5/2007 tanggal 31 mei 2007 tentang Pedoman Umum Penetapan Indikator Kinerja Utama di Lingkungan Instansi Pemerintah.

2.      Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 13 Tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Evaluasi Akuntabilitas Kinerja Tahun 2010.

Adapun dokumen-dokumen yang dibutuhkan untuk melihat keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan kegiatan-kegiatan sebagai berikut.

  1. Rencana Strategis.
  2. Rencana Kinerja.
  3. Penetapan Kinerja Utama.
  4. Penetapan Kinerja Tahunan.
  5. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP).
  6. Evaluasi Laporan Akuntabilitas Kinerja.

Penetapan Kinerja merupakan pernyataan komitmen yang merepresentasikan tekad dan janji untuk mencapai kinerja yang jelas dan terukur dalam rentang waktu satu tahun,  dimaksudkan sebagai dasar Komitmen Kinerja Instansi Pemerintah sesuai Instruksi Presiden nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi dan Surat Edaran Menteri PAN Nomor SE-31/M.PAN/XII/ 2004 tentang Penetapan Kinerja.

Penetapan Kinerja merupakan ikhtisar Rencana Kinerja Tahunan, yang telah disesuaikan dengan ketersediaan anggaran, yaitu setelah proses anggaran (budgeting proces) selesai, kemudian disepakati bersama antara pengemban tugas dengan atasannya (Performance Agreement). Aktualisasi kinerja sebagai realisasi Penetapan Kinerja dimuat dalam Laporan Akuntabilitas Kinerja performance accountability report ). Adapun tujuan Penetapan Kinerja, antara lain :

1)      Meningkatkan Akuntabilitas, Transparansi, dan Kinerja Aparatur;

2)      Mendorong komitmen penerima amanah untuk melaksanakan amanah yang diterimanya dan terus meningkatkan kinerjanya;

3)      Sebagai alat pengendalian manajemen yang praktis bagi pemberi amanah;

4)      Sebagai tolok ukur kinerja sebagai dasar evaluasi kinerja aparatur;

5)      Untuk dapat menilai keberhasilan/kegagalan pencapaian tujuan dan sasaran organisasi, dan sebagai dasar pemberian reward (penghargaan)/sanksi.

Keberhasilan pencapaian sasaran strategis pada setiap tingkatan organisasi harus dinyatakan dengan indikator kinerja utama. Setiap instansi pemerintah (Eselon II ke atas) wajib menetapkan indikator kinerja utama. Tujuan penetapan kinerja utama adalah (1) memperoleh informasi kinerja dan (2) memperoleh ukuran keberhasilan atau kegagalan.

 

Daftar Pustaka

Nasution, Mulia P. (2004). Reformasi Manajemen Keuangan Negara. Dalam Subiyantoro, Heru dan Singgih Riphat (Editor). Kebijakan Fiskal: Pemikiran, Konsep, dan Implementasi. Cetakan 2. Jakarta: Kompas

Seger dan Mutasim Billah. (2006). Modul Diklatpim Tingkat IV. Dasar-dasar Administrasi Publik. Magelang: Pusdiklat Pegawai

Simanjuntak, Binsar H. (2005). Menyongsong Era Baru Akuntansi Pemerintahan di Indonesia. Jurnal Akuntansi Pemerintah, Vol. 1, No. 1, Mei

Soedarjono. Akuntabilitas Kinerja Mengarahkan Pencapaian Misi Instansi Pemerintah. Makalah disajikan pada Seminar Nasional Akuntabilitas pada Sektor Publik. Jakarta, 4 Desember 1997

Suhady, Idup dan Desi Fernanda. (2001). Dasar-dasar Kepemerintahan yang Baik. Bahan Ajar Diklatpim Tingkat IV. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara

Sudiman dan Teguh Widjinarko. (2004). AKIP dan Pengukuran Kinerja. Bahan Ajar Diklatpim Tingkat III. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara

Tim Pusdiklat Pegawai. (2005). AKIP dan Pengukuran Kinerja. Bahan Ajar Diklatpim Tingkat III. Jakarta: Pusdiklat Pegawai

Tim Studi Pengembangan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. (2005). Modul Pelatihan: Sistem Akuntabilitas Instansi Pemerintah (SAKIP) dalam Konstelasi Peraturan Perundangan Manajemen Sektor Publik. Jakarta: Deputi Bidang Akuntabilitas Aparatur, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara

Peraturan-peraturan

Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara

Undang-undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara

Undang-undang Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara

Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan

Peraturan Pemerintah Nomor  8 tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah

Instruksi Presiden Nomor 7 tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah

Keputusan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor 239/1X/6/8/2003 tentang Perbaikan Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Instansi Pemerintah

Instruksi Presiden nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi dan

Surat Edaran Menteri PAN Nomor SE-31/M.PAN/XII/ 2004 tentang Penetapan Kinerja.

KepMenPAN No. 135 Tahun 2004 tentang Pedoman Umum Evaluasi Akuntabilitas Kinerja.

Peraturan Menteri Negara PAN Nomor: PER/09/M.PAN/5/2007 tanggal 31 mei 2007 tentang Pedoman Umum Penetapan Indikator Kinerja Utama di Lingkungan Instansi Pemerintah.

Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia,

Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/01/M.PAN/01/ 2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Pendayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi

Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 13 Tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Evaluasi Akuntabilitas Kinerja Tahun 2010.

Views: 2519 | Added by: PSIOAN | Rating: 0.0/0
Total comments: 0
Name *:
Email *:
Code *:
» LOGIN E-LAKIP

» Calendar
«  November 2010  »
MiSnSlRbKmJmSb
 123456
78910111213
14151617181920
21222324252627
282930

» PRODUK PUSLITBANG SIOAN
/e-admin1.gif

» LINK TERKAIT
/Lan-ri1.gif /sida1.gif

» KIRIM DATA ANDA
'psioan@yahoo.com'

» SOCIAL NETWORKING
site promotion - submission Blogarama - The Blog Directory indonetmedia

» SOCIAL NETWORKING

» Search

» Entries archive


Puslitbang Sistem Informasi dan Otomasi  Administrasi Negara - Lembaga Administrasi Negara
JL. Veteran No:10 Jakarta 10110  Telp. 021-3868201-05 , 3455021-25 ext 132,136